Pilih mana Mencintai atau Dicintai ?

Saturday, December 29, 2007

My Mind

My Mind

Saudara.
Batam, kota perantauan yang dipenuhi pendatang. Segala macam suku dari sudut – sudut bangsa ini seakan bisa ditemukan di kota yang mencoba tetap tampil dengan warna aslinya, Melayu. Apa yang membuat Batam mampu menarik pendatang? Tentu saja harapan hidup lebih baik dengan penghasilan yang menjanjikan karena Batam adalah kota industri yang tumbuh mekar menawarkan madu penuh kemanisan. Ratusan ribu orang akhirnya memenuhi pulau yang berbentuk kalajengking itu. Mayoritas datang karena rekruitmen tenaga kerja, sebagian lainnya datang karena kemauan sendiri karena melihat peluang dari rekruitmen tersebut. Logikanya, ada usaha, ada manusia, ada kebutuhan, ada peluang. Meski sekarang ini Batam juga dekat dengan pengangguran, toh pesonanya tetap bertahan. Para perantau itu rela meninggalkan kampung halaman, teman, saudara, bahkan keluarga. Banyak diantara mereka datang sendirian, terutama gadis – gadis muda hasil rekruitmen. Targetnya satu saja, mendapatkan impian hidup lebih baik dari pekerjaan yang ditawarkan.

Hidup di perantauan tentulah berbeda dengan hidup di kampung halaman. Kemandirian, kesiapan untuk menanggung beban, bahkan kesendirian adalah resiko yang harus diterima. Meski tiket pesawat tak lagi mahal, Handphone merajalela, pulsa beradu tanding menawarkan tarif murah, tetaplah komunikasi face to face tak bisa tergantikan. Apa yang harus dilakukan? Padahal setiap saat kebutuhan berbagi selalu ada. Tekanan di dunia kerja dan beban masalah membutuhkan kehadiran orang – orang terdekat yang bisa menenteramkan perasaan. Belum lagi kerinduan akan kebersamaan dan suasana kekeluargaan kerap mendera saat rutinitas dan target pencapaian di perusahaan membuat tubuh dan jiwa letih luar biasa. Perhatian, itu yang kemudian paling dinantikan. Persaudaraan, meski bukan dalam artian harfiah, itu yang diharapkan.

Siapakah saudara saat tak ada sanak keluarga? Siapakah saudara saat tak ada orang tua? Saudara yang tidak hanya berbagi disaat suka tapi juga ikut menanggung di kala duka. Saudara yang merasa sama – sama perantauan sehingga tidak perlu saling menjatuhkan. Saudara yang bisa mengingatkan disaat perjalanan hendak melenceng dari petuah dan nasehat ayah bunda. Saudara yang mendukung saat kebaikan dan perubahan menuju kemajuan ditapaki dengan keyakinan. Saudara yang saat dibutuhkan mengulurkan tangan tanpa diminta. Siapa sajakah saudara di saat jauh dari sanak keluarga? Setidaknya ada tiga.

Tetangga.
Ada pepatah Jawa yang mengatakan bahwa saudara terdekatmu adalah tetanggamu. Dalam konteks Batam, pepatah ini terasa pas. Coba, siapa yang paling kita harapkan pertolongannya di saat – saat mendesak kalau bukan tetangga? Misalnya saat sakit parah, meninggal, mendapatkan serangan manusia jahat, ataupun bersama – sama menjaga agar tempat yang kita tinggali menjadi komplek yang aman lahir-batin, agar keluarga kita pun demikian. Di perumahan, di dormitory, di rumah susun, di rumah liar, tetangga adalah saudara kita. Meskipun gaya hidup kota yang cenderung individualis menggerogoti pola kedekatan dalam bertetangga, setidaknya tetap kenal-lah siapa penghuni di kanan – kiri rumah kita. Tetangga adalah cerminan pola hubungan sosial seseorang. Sewajarnya sebagai makhluk sosial interaksi dengan tetangga perlu adanya.

Teman.
Teman lebih berkonotasi hubungan interpersonal. Artinya, tidak selalu lahir dari hubungan kerja. Teman atau sahabat cenderung lebih dekat daripada tetangga. Ibaratnya tetangga adalah UGD ( Unit Gawat Darurat ), maka teman menjadi URJ ( Unit Rawat Jalan ). Tak heran bila teman terasa lebih kental nuansa persaudaraannya. Kepercayaan terhadap teman relatif besar. Terkadang, kepercayaan itu juga yang membuat seseorang mudah terpengaruh temannya. Bila ingin melihat seseorang, lihatlah temannya. Teman yang baik adalah yang bisa menjaga kita, bukan sekedar OK OK saja. Jadi, kualitas personal seseorang juga bisa dilihat dengan kualitas pertemanannya. Hati – hati memilih teman, begitu kata orang tua.

Rekan.
Rekan bisa menjadi teman bisa tidak. Rekan lebih mengacu pada dunia kerja. Karena datang ke Batam berawal dari mimpi mendapatkan hidup yang lebih baik, rekan kerja tidak bisa dijadikan lawan. Banyak yang bisa menjadikan rekan sebagai teman, tetapi tidak sedikit juga yang sebaliknya. Padahal, siapa yang paling bisa diharapkan dukungannya saat pekerjaan sebagai sumber penghasilan terancanm kalau bukan rekan? Kerekanan ini bahkan diorganisasikan dalam bentuk asosiasi, ikatan, persatuan, aliansi, dan masih banyak lagi. Tujuannya satu, menjalin persaudaraan atas nama pekerjaan demi tercapainya kepentingan.

Teatangga, teman, dan rekan hanyalah sebutan. Apabila sebutan itu kita satukan dalam konteks persaudaraan, maka tidak ada yang terasa berat dalam kehidupan. Termasuk, hidup di Batam yang serba mahal, serba kompetitif, serba keras, serba individualis, dan entah serba apalagi. Saat seseorang kehilangan ketiga hal tersebut, pastilah dunia batam yang 415 kilometer persegi terasa sepetak saja. Tapi, memang manusia makhluk teraneh di dunia. Buktinya, banyak kejahatan dan kesengsaraan tetangga, teman dan rekan yang tidak terendus orang – orang terdekatnya. Sebaliknya, pelaku kejahatan bisa datang dari tiga kalangan yang semestinya tersatukan dalam paradigma persaudaraan. Dunia memang ironi.

wassalam,




memet











No comments: