Pilih mana Mencintai atau Dicintai ?

Saturday, December 29, 2007

CIUM TANGAN

Suatu siang usai Solat di mushola salah satu mall di Batam, saya menyaksikan pemandangan yang cukup menyentuh perasaan. Sepasang suami-istri yang baru saja menunaikan Solat (juga) keluar bersamaan. Meski Solatnya sendiri-sendiri, sebelum keluar mushola sang istri meraih tangan sang suami dan menciumnya. Mereka pun keluar dengan hati yang saya yakin, dilumuri cinta.


Cium tangan adalah tradisi yang sangat lekat dalam kehidupan bangsa kita. Tradisi yang sepertinya telah menjadi norma kesopanan ini bahkan menembus lapisan birokrasi. Tengoklah, bagaimana dahulu para pejabat setingkat menteri selalu mencium tangan sang presiden legendaris 32 tahun, Suharto saat bertemu. Begitu juga tamu-tamu yang berkunjung ke istana negara, banyak yang mencium tangannya. Lepas dari sebutan rezim terhadap pemerintahan yang dipimpin, Suharto saat itu benar-benar berhasil menunjukkan kharisma seorang pemimpin, tetua, dan tokoh yang tangannya layak dicium banyak orang. Persis seperti ajaran yang kita terima sejak kecil. Bertemu orang yang lebih tua, kita cium tangannya. Bertemu orang yang diakui keilmuannya (apalagi ilmu agama), kita cium tangannya. Bertemu orang yang lebih tinggi status sosialnya (apalagi pejabat), kita cium tangannya. Oh, ya. Gaya aristokrat Eropa juga mengajarkan ciuman tangan bagi seorang Princess, Lady atau Duches saat Lord, Prince atau Duke bertemu mereka. Ya, kaum laki-laki itu menunjukkan penghormatannya dengan mencium tangan perempuan-perempuan (terhormat) tersebut.


Begitu banyak alasan untuk mencium tangan orang lain, tetapi ada tangan yang jauh lebih layak untuk kita cium dengan mengatasnamakan penghormatan, kasih-sayang dan tanda bakti kepadanya. Orang tua kita. Ingatkah saat pagi hari sebelum kita pergi sekolah, tangan orang tua-lah yang selalu kita cium? Sederhana terlihat tetapi sarat makna. Ciuman tangan itu memancing doa tulus dan pengharapan dari orang tua. Adakah yang lebih ampuh dari doa orang tua di dunia ini? Sungguh, keberhasilan seorang anak manusia tidak bisa dilepaskan dari doa dan ketulusan mereka. Amien Rais adalah salah satu tokoh yang tidak pernah lupa untuk “mencium tangan” ibunya setiap kali hendak melakukan hal yang menurutnya besar. Termasuk, saat mencalonkan diri sebagai presiden. Yah, meskipun Amien tidak menang pemilihan, setidaknya doa sang ibu telah memberikan support luar biasa yang mampu memantapkan langkahnya.
Memasuki kehidupan rumah tangga, ada tangan lain yang kemudian sering menerima ciuman kita. Ya, tangan suami. Bahkan bagi pengantin beragama Islam, mencium tangan suami menjadi salah satu prosesi yang dilakukan sesaat setelah akad diucapkan. Simbol penghormatan dan bakti seorang istri. Semestinya mencium tangan suami tidak hanya saat prosesi, tetapi terus dilakukan selama hidup berumah-tangga. Tingginya angka perceraian di Batam yang terus meningkat setiap tahunnya, boleh jadi karena menganggap enteng urusan ciuman tangan ini. Bayangkanlah, bila sehari ada banyak ciuman itu, semarah apa pun pastilah akan berkurang. Bagaiman mau mencium kalau sedang marah? Justru, kenapa tidak mencium supaya tidak marah? Daripada tidak mencium dan semakin marah, bukankah lebih baik mencium meskipun masih marah?


Sedikit tentang ciuman, seorang teman mengatakan bahwa setiap ciuman memiliki filosofi makna yang berbeda. Menurut dia, ciuman di tangan adalah penghormatan, penghargaan, dan tanda bakti. Contohnya seperti di atas. Ciuman di pipi bermakna kasih sayang. Contohnya, ciuman terhadap anak-anak. Ciuman di kening bermakna cinta-kasih yang lebih mengarah pada sikap melindungi, mengayomi, menenangkan, dan sejenisnya. Contohnya ciuman seorang suami terhadap istri, ayah terhadap anak, guru kepada murid. Ciuman di bibir bermakna hasrat dan nafsu biologis. Contohnya adalah ciuman laki-laki kepada perempuan yang dia inginkan kepuasan biologis darinya. Normalnya, suami-istri. Kalau bukan suami-istri? Itu tadi, nafsu-lah yang lebih mendominasi.


Khusus bagi perempuan yang sudah menikah, ciuman-ciuman di atas pastilah sudah dirasakan semua bersama suami. Ciuman manakah yang paling berkesan? Tidak ada karena semua mempunyai peranan. Tapi, bila sebagai istri kita melupakan kebiasaan mencium tangan suami, jangan salahkan mereka bila akhirnya kita tidak lagi menerima ciuman di kening, pipi, bibir bahkan akhirnya tidak ada ciuman sama sekali. Ya, suami anda pergi. Mulai dari yang terlihat sederhana agar persoalan besar tidak muncul di depan mata. Mulailah dari mencium tangan agar koneksitas perasaan dan pikiran bisa berjalan.Khusus bagi para laki-laki yang menjadi suami, jangan lupa mencium kening istri setelah mereka mencium tangan anda. Sungguh, ciuman di kening lebih mendekatkan perasaan. Lebih menenangkan. Bukankah tugas suami bukan hanya persoalan materi? Bila dengan hal sederhana ini anda semakin bernilai di mata manusia dan Tuhan, mengapa tidak dilakukan? Setidaknya tanggung jawab sebagai simbol laki-laki sejati sebagiannya telah anda penuhi. ***



Wassalam,



memet

No comments: